Minggu, 23 Juni 2013

Fakta Lingkungan Jakarta

Fakta Lingkungan Jakarta
  1. Jumlah penduduk Jakarta menurut sensus tahun 2010 adalah 9,6 juta jiwa Jumlah penduduk di Jakarta Metropolitan Area yang terdiri dari Jakarta dan sekitarnya Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi-disingkat Bodetabek-pada mencapai lebih dari 23 juta. Sedangkn luas Jakarta sekitar 6.400 kilometer persegi. Penduduk Jabodetabek sekitar 10 persen dari total penduduk Indonesia dan hanya menempati sekitar 0,3 persen dari total wilayah Indonesia. 
  2. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan penduduk Jakarta pada tahun 2011 adalah 13.000 orang/km2, sementara kepadatan di daerah Jakarta Pusat jauh lebih tinggi dan mencapai 19.600 orang/km2 
  3. Tahun 2012 tercatat proporsi luas RTH publik di DKI Jakarta adalah 9,97% atau masih kurang 10,03% dari ketentuan UU. Dengan luas wilayah kurang lebih 65.000 (enampuluh lima ribu) hektar, Pemerintah DKI Jakarta masih harus mengadakan lahan seluas 6.520 hektar atau 650.200.000 meter persegi.
  4. Produksi sampah Jakarta mencapai 6000 ton (setara 29.966 m3) per hari dengan kondisi sampah yang belum terpilah. Sampah di DKI Jakarta diangkut oleh 757 truk sampah untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sisa sampah ± 2041 M³ yang tak terangkut menjadi masalah yang masih menunggu untuk segera diatasi. 
  5. Penanganan sampah masih mengandalkan pola Sanitary Land Fill di Bantargebang yang rawan menimbulkan masalah dan biaya tapping fee yang cukup mahal. Hanya ada satu Pusat Daur Ulang Kompos (PDUK) milik swasta sebagai pendukung.  
  6. Penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) mengungkapkan fakta sungai di Jakarta Mutu aliran sungai di 45 titik pantau di 13 DAS Ciliwung pada 2010: kondisi baik 0%, tercemar ringan 9%, tercemar sedang 9% dan tercemar berat 82 persen. Tidak ada satupun sungai di Jakarta dalam kondisi baik
  7.  Hasil penelitian Bappenas, menyatakan 80% penyebab pencemaran air sungai itu bukan dari industri, seperti limbah pabrik, melainkan karena pembuangan limbah domestik yang salah satunya adalah tinja.
  8. Hasil survei Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2005, ternyata kualitas air tanah dangkal khususnya di wilayah Jakarta Pusat sebagian besar terindikasi telah tercemar oleh zat-zat kimia antara lain zat organik, amonia serta bakteri ecoli yang berasal dari tinja. Ironisnya, penduduk Jakarta Pusat yang mengkonsumsi air tanah untuk kebutuhan rumah tangganya mencapai 57 persen. jumlah air limbah yang diproduksi setiap hari sangat besar, kurang lebih 1,7 juta m3 per hari. 
  9. Akibat ekploitasi air tanah dalam yang berlebihan dan beban bangunan bertingkat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah (land subsidence), yang menambah daerah rawan banjir. Sekitar 80 persen penduduk Jakarta memenuhi kebutuhannya dari air tanah, hidran umum, serta membeli dari pedagang air (UNDP, 2004). 
  10. Penyedotan air tanah di Jakarta telah mencapai 3-4 kali lipat batas toleransi (Bank Dunia, 2003). Sekitar 80 persen penduduk Jakarta memenuhi kebutuhannya dari air tanah, hidran umum, serta membeli dari pedagang air (UNDP, 2004). Tak heran permukaan air tanah di Jakarta cenderung menurun dari tahun ke tahun sehingga terjadi rembesan air laut ke beberapa wilayah Jakarta.
  11. Rata-rata penurunan permukaan tanah di Jakarta 10 sentimeter atau sepersepuluh meter tiap tahun. Di Jakarta Barat, misalnya, selama 11 tahun terakhir, permukaan tanah turun 1,2 meter. Di wilayah Kemayoran dan Thamrin, Jakpus, penurunannya 80 sentimeter dalam delapan tahun terakhir.
  12. Menurut data Ditlantas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta hingga pada 2011 mencapai 13.347.802 unit. Jumlah tersebut terdiri dari mobil penumpang sebanyak 2,54 juta unit, mobil muatan atau truk sebanyak 581 ribu unit, bus 363 ribu unit, dan sepeda motor sebanyak 9.861.451 unit. Ditlantas melaporkan prediksi pertumbuhan kendaraan pada 2012 sekitar 10-12 persen.
  13. Pengaruh perubahan iklim global pada Jakarta adalah kenaikan paras muka air laut. Pemuaian air laut dan pelelehan gletser dan lapisan es di kutub menyebabkan permukaan air laut naik antara 9 hingga 100 cm. Kenaikan tinggi muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter akan berdampak parah pada Kota Jakarta yang rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Suatu penelitian memperkirakan bahwa kenaikan paras muka air laut setinggi 0,5 meter dan penurunan tanah yang terus berlanjut dapat menyebabkan enam lokasi di Jakarta dengan total populasi sekitar 270.000 jiwa terendam secara permanen, yakni di kawasan Kosambi, Penjaringan dan Cilicing dan tiga lagi di Bekasi yaitu di Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar