Rabu, 26 Juni 2013

Cara Bangladesh Menangani Banjir

Bangladesh bisa disebut sebagai “Negara Banjir Dunia”. Bangladesh adalah negara yang paling banyak terkena banjir, dikarenakan topografi dan lokasi geografisnya. Sekitar 20-25 % kawasan Bangladesh adalah daerah genangan air saat musim monsoon terjadi. Banjir tersebut menyediakan tanah pertanian yang subur dan daerah banjir di Bangladesh tingkat populasinya padat .

Bangladesh memiliki 230 sungai. Sebanyak 57 di antaranya adalah sungai internasional (sungainya lintas negara). Tiga sungai lintas batas yang besar yakni Sungai Gangga, Brahmanaputra, dan Meghna, hanya 7% dari daerah tangkapan airnya yang berada di Bangladesh. Sungai-sungai utama panjangnya mulai dari 500 hingga 2.500 km dengan lebar berkisar dari 1 hingga 20 km dengan tingkat kemiringan yang sangat datar.

Banjir di Bangladesh terbagi menjadi dua tipe, banjir rutin atau barsha yang menggenangi hingga 20% wilayah Bangladesh dan banjir frekuensi rendah dengan besaran tinggi, dikenal dengan sebutan bonna, yang dapat menggenangi lebih dari 35% wilayah Bangladesh. Akhtar Hossain dari Bangladesh Water Development Board menyatakan, dalam setengah abad terakhir, sedikitnya terjadi delapan kali kejadian banjir ekstrem yang menimpa 50-70% wilayah Bangladesh. Kejadian ekstrem ini ditimbulkan akibat curah hujan tinggi di daerah tangkapan air (biasanya mulai pertengahan Juli hingga pertengahan September). Durasi dari banjir ini berkisar antara 15 hingga 45 hari.

Penanganan banjir di Bangladesh dibagi empat hal. Pertama dari strategi mitigasi dan manajemen banjir. Awalnya, strategi penanganan banjir di Bangladesh dititikberatkan pada langkah-langkah struktural berupa projek skala besar pengontrol banjir, drainase, dan irigasi. Kemudian disadari hal semacam itu selain membutuhkan dana sangat besar, juga memerlukan waktu lama . Oleh karenanya, kemudian dialihkan pada pembangunan pengontrol banjir, drainase, dan irigasi skala kecil dan sedang. Sejak 1960, sekitar 628 projek skala kecil, sedang, dan besar dari pengontrol banjir, drainase, dan irigasi telah diimplementasikan di Bangladesh. Infrastruktur tersebut diharapkan dapat melindungi 5,37 juta hektare tanah mencakup 35% total wilayah Bangladesh.

Mitigasi struktural saja, ternyata tidak dapat mengatasi banjir. Bahkan, beberapa infrastruktur yang dibangun mengalami kerusakan karena erosi dan bobol seperti halnya Bendungan Gumti di Etbapur banjir 1999. Langkah-langkah nonstruktural seperti prakiraan banjir dan peringatan dini akhirnya dilakukan. Sistem peringatan dini dan prakiraan banjir Bangladesh dibuat 1970, dimodernisasi 1996, dan kemudian 2000. Sistem tersebut saat ini mencakup semua daerah rawan banjir di Bangladesh. Terdiri dari 85 stasiun pemantau banjir yang menyajikan informasi banjir real time dan peringatan dini dengan waktu persiapan 24-48 jam.

Pelibatan masyarakat dalam manajemen banjir pun dilakukan. Ada hal menarik di Bangladesh ini. Filosofi bagaimana untuk hidup bersama risiko banjir pun muncul berkembang di masyarakat. Ini tidak terlepas dari “kesadaran kolektif” masyarakat Bangladesh bahwa justru banjir memberikan dampak positif tersendiri bagi kesuburan lahan pertanian mereka. Dengan slogan “biarkan sungai meluap” dan “berhati-hatilah dari bahaya”, masyarakat Bangladesh membiarkan sungai meluap, namun mereka tetap waspada akan bahaya dan melakukan persiapan menyambut banjir.

Kedua, instrumen hukum dalam manajemen dan banjir, dibuat dengan terbitnya berbagai macam regulasi, yang kemudian diintegrasikan dalam National Water Code. Pengembangan sistem pengumpulan data hidrologis pun dibangun dengan data selama kurun waktu 40 tahun terakhir. Termasuk juga di dalamnya sistem pengumpulan data curah hujan dan debit air real time, yang diseleksi dari beberapa stasiun pemantau banjir selama musim monsoon. Data-data itu digunakan untuk berbagai jenis perencanaan dan desain penanganan banjir baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.

Ketiga, dari institusi yang bertanggung jawab pada penanganan banjir. Terdapat 53 organisasi pemerintah pusat dan 13 kementrian dilibatkan dalam manajemen air dan tahapan berbeda dari penanganan banjir yang dikoordinasikan National Water Board (Dewan Air Nasional). Ada delapan organisasi yang terlibat dalam manajemen banjir dalam tahapan berbeda. Pertama, Water Resources Planning Organization, terlibat dalam perencanaan makro manajemen sumber daya air. Kedua, Bangladesh Water Development Board, terlibat dalam studi kelayakan, implementasi, operasi, dan perawatan projek-projek manajemen banjir, pengumpulan data real time.

Keeempat, Joint River Commision, untuk melakukan negoisasi pertukaran data dan informasi sungai-sungai lintas batas negara. Keempat, Bangladesh Meteorological Department, untuk prakiraan dan diseminasi prakiraan cuaca jangka pendek, menengah, dan panjang.

Kelima, Local Government Engineering Department untuk implementasi, operasi, dan manajemen projek pengontrol banjir serta drainase skala kecil.

Selanjutnya, keenam, Disaster Management Bureau yang mendiseminasikan segala macam informasi bencana alam, termasuk informasi banjir pada tingkat masyarakat, membangun kesiapsiagaan banjir masyarakat, dan sebagainya. Ketujuh, Directorate of Relief, yang melakukan bantuan dan rehabilitasi di daerah yang terkena banjir. Terakhir, Local Government Institution yang melakukan kegiatan implementasi projek-projek skala kecil manajemen banjir, diseminasi informasi banjir, bantuan, dan rehabilitasi korban banjir.

Hal terakhir, terkait dengan kebijakan. Pada 2001 National Water Management Plan (NWMP) yang mencakup juga manajemen bencana terkait dengan air seperti banjir, erosi, dan kekeringan. Dan salah satu Comprehensif Disaster Management Plan (CDMP) juga disiapkan. Dalam CDMP digambarkan tanggung jawab lembaga berbeda yang terlibat dalam aktivitas mitigasi dalam kesiapan sebelum bencana, penyelamatan, dan evakuasi saat terjadi bencana, bantuan dan rehabilitasi sesudah terjadi bencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar