Rabu, 26 Juni 2013
Belajar Mengelola Sampah Dari Swedia
Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan.
Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah swedia antara lain meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan.
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat yang mengerti arti kebersihan dan energi, membuat Swedia menjadi negara maju dalam pengelolaan sampah. Dalam data statistik Eurostat, rata-rata jumlah sampah yang menjadi limbah di negara-negara Eropa adalah 38 persen. Swedia berhasil menekan angka itu menjadi hanya satu persen.
Swedia, negara terbesar ke-56 di dunia, dikenal memiliki manajemen sampah yang baik. Mayoritas sampah rumah tangga di negara Skandinavia itu bisa didaur ulang atau digunakan kembali. Satu-satunya dampak negatif dari kebijakan ini adalah Swedia kini kekurangan sampah untuk dijadikan bahan bakar pembangkit energinya. Swedia kini mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari negara-negara tetangganya di Eropa. Mayoritas sampah ini berasal dari Norwegia. Sampah-sampah ini sekaligus untuk memenuhi program Sampah-Menjadi-Energi (Waste-to-Energy) di Swedia. Dengan tujuan utama mengubah sampah menjadi energi panas dan listrik.
Norwegia, sebagai negara pengekspor, bersedia dengan perjanjian ini karena dianggap lebih ekonomis dibanding membakar sampah yang ada. Namun, dalam rencana perjanjian disebutkan, sampah beracun, abu dari proses kremasi, atau yang penuh dengan dioksin, akan dikembalikan ke Norwegia.
Sedangkan bagi Swedia, mengimpor sampah adalah pemikiran maju dalam hal efisiensi dan suplai energi bagi kebutuhan manusia. Membakar sampah dalam insinerator mampu menghasilkan panas. Di mana energi panas ini kemudian didistribusikan melalui pipa ke wilayah perumahan dan gedung komersial. Energi ini juga mampu menghasilkan listrik bagi rumah rakyatnya.
Dikatakan oleh Catarina Ostlund, Penasihat Senior untuk Swedish Environmental Protection Agency, kebijakan ini bisa meningkatkan nilai dari sampah di masa depan. "Mungkin Anda bisa menjual sampah karena ada krisis sumber daya di dunia," ujar Ostlund.
Sesudah Norwegia, Swedia menargetkan mengimpor sampah dari Bulgaria, Rumania, dan Italia. Selain membantu Swedia dalam menyediakan sumber energi, impor sampah ini juga menjadi solusi pengelolaan sampah bagi negara-negara pengekspornya. (Zika Zakiya. Sumber: Phys.org)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar