Anda Tahu apa Maskot
Jakarta? Mungkin ada yang menjawab Monas, Ondel-ondel, atau kerak telor.
Jawaban yang benar ialah Elang Bondol
dan Salak Condet. Elang
Bondol sebenarnya bukan satwa endemik Jakarta. Elang bondol nama latinnya adalah
Haliastur Indus. Elang bondol termasuk dalam keluarga burung
pemangsa. Habitat dari elang bondol itu sendiri kebanyakan di daerah pantai,
daratan berair, hutan, maupun dataran rendah. Elang bondol dapat dijumpai di
beberapa Negara yaitu India, China Selatan, Filipina, dan Australia. Sedangkan salak condet,
buah khas Jakarta dapat ditemui di daerah Condet, Jakarta Timur. Salak condet
merupakan buah asli kota Jakarta. Kini, keberadaan salak condet dan elang
bondol hampir punah dan sulit untuk dijumpai.
Buah salak condet sulit
dibedakan dengan jenis salak lain. Bentuk buahnya bulat telur terbalik mengarah
ke bulat. Kulit buahnya bersisik agak besar dan berwarna cokelat sampai
kehitaman. Daging buahnya tebal, masir, kesat, dan tak berair serta berwarna
putih kekuningan. Rasanya bervariasi, dari kurang manis sampai manis. Salah
satu keistimewaan salak condet adalah aromanya yang wangi. Bahkan, wangi salak
ini sudah tercium dari jarak sekitar 2 m. Ukuran buahnya bervariasi dari kecil,
sedang, sampai besar. Produktivitasnya termasuk rendah.
Kata Condet sendiri
dipercaya berasal dari nama seseorang yang memiliki kesaktian dan memiliki
bekas luka diwajahnya (Codet), orang sakti tersebut seringkali muncul
didaerah Batu Ampar, Balekambang dan Pejaten. Ada lagi sebagian Orang
mengatakan bahwa orang yang memiliki Kesaktian tersebut adalah Pangeran Geger
atau Ki Tua. Dewasa ini, sedikit sekali masyarakat yang mengetahui
nama para tokoh sejarah yang pernah berjasa ditanah Condet, seperti Pangeran
Geger, Ki Tua Pangeran Purbaya, Pangeran Astawana, Tong Gendut, dll
Entong Gendut
Pada tahun 1964, oleh
pemerintah didaerah Condet pernah akan dibangun komplek Militer Cakrabirawa dan
rencana pembangunan Universitas Bungkarno, tetapi rencana ini ditentang oleh
masyarakat Condet dengan alasan untuk melindungi lingkungan alam, budaya, adat
istiadat yang begitu melekat dikalangan masyarakat Condet kala
itu.
Tahun 1965 terjadi
pemberontakan G30S/PKI sehingga rencana Pemerintah orde lama pada waktu itu,
tidak dapat direalisasikan. Dari beberapa sumber, Kultur daerah Condet
sangat berbeda dengan daerah-daerah lain di Jakarta sehingga masyarakat sangat
selektif menerima segala macam interpensi budaya dan adat istiadat. Ketika itu,
ada kepercayaan yang berkembang sebagian masyarakat, bila ada pihak/orang yang
berani melanggar budaya masyarakat Condet, maka pihak/orang itu akan terkena
musibah.
Untuk melindungi kultur
budaya masyarakat tersebut Pada akhirnya Pemerintah menetapkan kawasan
Condet yang terdiri dari kelurahan Belekambang, Batu Ampar dan Kampung Tengah
menjadi kawasan yang dilindungi (Cagar Budaya Buah-buahan) berdasarkan surat
keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Letjen. TNI Marinir
Ali Sadikin) tanggal 18 Desember 1975 Nomor D.I. 7903/a/30/1975 (Anonimuous,
1975).
Untuk menjaga
kelangsungan dan kehidupan perkampungan Condet serta sebagai pelaksanaan
keputusan gubernur tentang cagar budaya buah-buahan, maka pada tanggal 20
Oktober 1976 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta kembali
menginstruksikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk
menyusun rencana pola kebijaksanaan pemerintah DKI dan tata kerja proyek Cagar
Budaya Condet dengan instruksi No.D.IV-99/d/11/76 (Anonimous, 1976).
Pada tahun yang sama
Pemerintah kembali mengeluarkan instruksi nomor D.IV– 116/d/11/76 tentang
pembatasan terhadap pengembangkan kawasan Condet (Anonimous, 1976).
Penetapan condet
sebagai cagar budaya Buah-buahan menimbulkan daya tarik bagi kalangan menengah
keatas untuk menanamkan investasi atau bermukim di condet, hal ini ditandai
dengan bermuculannya rumah-rumah mewah di kawasan tersebut. Menurut data
perubahan pungsi lahan dikawasan Condet selama periode itu sebesar 217.8 Ha
atau dari 135.3 Ha (1976) menjadi 353.1 Ha (1986) dari data tersebut rata-rata
pertahun di kawasan Condet terjadi perubahan fungsi lahan sebesar 3 9 Ha.
Untuk
mengantisipasinya, maka pada tanggal 1 januari 1986 Gubernur kepala daerah
khusus ibu kota Jakarta kembali mengeluarkan instruksi nomor 19 tahun 1986,
sehubungan dengan itu, maka :
1.
Dilarang memberikan izin/legalisasi
setiap mutasi (jual/beli) pemilikan tanah di kawasan Condet.
2.
Dilarang mengadakan perubahan tataguna
tanah sesuai dengan peruntukan yang akan ditetapkan kemudian, termasuk
menebang/ memusnahkan tanaman salak, duku dan melinjo.
3.
Dilarang memberikan izin dan atau
membangun bangunan baru mulai dari pembangunan pondasi dan seterusnya di
kawasan Condet.
Pernyataan ini berlaku
mulai tanggal 1 Januari 1986 sampai selesainya penyusunan konsepsi pembangunan
di wilayah Condet atau dikenal dengan istilah “status Kuo” terhadap Pembangunan
di kawasan Condet.
Gubernur Legendaris Jakarta Ali Sadikin
Kemudian pada tanggal 3
Agustus 1986 kembali pemerintah mengeluarkan instruksi pencabutan status quo
pembangunan Condet dengan instruksi nomor 227 tahun 1986 yang pada intinya
memberikan kelonggaran terhadap Pembangunan di kawasan Condet, pada masa
itu Gubernur DKI adalah dijabat R. Suprapto (Anonomuos,1986)
Pada tahun 2008 ada
upaya pemerintah menyediakan lahan kurang lebih 3 Ha untuk menjaga
keanekaragaman hayati. Condet adalah sebuah perkampungan Betawi yang berusaha
menjaga identitas dirinya ditengah gempuran modernisasi di era globalisasi.
Daftar pustaka